Work Text:
Handphone yang ada di saku celananya bergetar menampilkan nama Pantalone di layar handphonenya. Dengan cepat Dottore menggeser tombol berwarna hijau dan mendekatkan benda itu pada telinganya.
“Kenapa?”
“Masih lama?” tanya sosok di seberang sana.
“Baru mau pulang,” jawab Dottore, “lo udah di tempat?” tanyanya seraya memakai seatbelt untuk melindungi tubuhnya.
“Iya. Gua tunggu lo disini.”
“Oke.”
Setelah mengatakan itu, Dottore memutus sambungan telepon mereka. Melempar handphonenya ke kursi penumpang di sebelahnya dan mulai mengendarai mobilnya menuju tempat janjian dirinya dengan Pantalone. Setelah malam panas mereka waktu itu, Dottore tidak menjauh. Dia menuruti permintaan Pantalone yang menyuruhnya agar tidak menjauh.
“Apakah sudah reservasi sebelumnya, Tuan?” tanya seorang pelayan yang menjaga pintu depan.
Dottore mengangguk. “Teman saya sudah di dalam,” jawab Dottore.
Pelayan itu mengangguk dan mempersilahkan Dottore untuk masuk setelah Alpha yang masih mengaku dirinya adalah Beta menolak diantarkan. Iris crimsonnya dapat melihat sosok yang menunggunya melambaikan tangannya padanya.
“Udah lama?” tanya Dottore seraya menyampirkan jasnya di kursi.
Pantalone menggeleng. “Not really.”
Dua Alpha itu bertemu di salah satu restoran hot pot. Pantalone memilih itu karena cuaca yang semakin dingin sehingga pikirnya akan nikmat bila makan hot pot. Dottore mengambil daging yang sudah matang dan meletakkannya di mangkuk Pantalone membuat pria bersurai legam itu tersenyum tipis.
“It’s nice to see you again, Doc.”
“Baru tiga minggu,” balas Dottore seraya memasukkan daging ke dalam mulutnya.
“Oke, baru,” balas Pantalone dengan nada menyindir, “emang lo sesibuk itu?” tanya Pantalone.
“Apa lo pikir gua seorang Dokter yang biasa aja?” tanya Dottore dengan sinis.
Pantalone yang mendengar itu terkekeh pelan. Dia meletakkan sumpitnya di atas mangkuk kecilnya dan menumpu dagunya. Iris violetnya dengan lekat menatap sosok Dokter dihadapannya yang masih sibuk melahap makanannya. Kegiatan Dottore terhenti kala merasakan sesuatu menyentuh kakinya. Dia mengangkat kepalanya dan melihat Pantalone sudah menyeringai padanya. Pantofel Alpha bersurai legam itu dengan sengaja menyentuh kulit kaki Dottore.
“You’re so sexy when you’re focused,” puji Pantalone.
Dottore yang mendengar itu memutar kedua bola matanya. Itu bukanlah sebuah pujian. Melainkan sebuah godaan. Jelas terlihat dari Pantalone yang mengerling nakal padanya.
“Langsung bilang aja,” balas Dottore seraya meletakkan sumpitnya.
Pantalone tersenyum sampai matanya menyipit. “I have a new wine at home. Bet you will like it.”
Dan Dottore tahu, itu bukanlah undangan semata.
“Mau pergi?”
Dottore yang sedang memperhatikan penampilannya di cermin melirik ke arah sosok yang masih berbaring di ranjang dengan selimut yang menutupi tubuh telanjangnya.
“Gua ada janji sama pasien jam 10 nanti. Gua pergi dulu,” balas Dottore seraya membalikkan tubuhnya.
Pantalone yang sedang meregangkan tubuhnya mengangguk. Dia berdiam di kamarnya untuk sesaat. Menyadari bahwa masih tercium sisa aroma feromon miliknya dan milik Dottore. Setelah malam dia mengalami rut, sosok Dokter dan pasien itu sering melakukannya lagi. Berkali-kali membuat tantangan dengan mengeluarkan feromon masing-masing untuk melihat siapa yang kalah.
“Baru aja gua mau mencet bel- Dottore?”
Dottore yang baru saja membuka pintu apartemen Pantalone dikejutkan dengan sosok bersurai hijau yang berdiri di depannya. Wajah pria itu terlihat terkejut dengan kehadiran Dottore yang ada di apartemen Pantalone.
“Baizhu?”
“Siapa, Re?”
Dottore yang merasa dipanggil menengok ke belakangnya dan melihat Pantalone yang mengenakan celana tidurnya dengan kemeja atasnya yang tidak terkancing.
“Lo ngapain kesini?” tanya Pantalone setelah menghampiri Dottore di ambang pintu dan melihat kehadiran Baizhu.
Baizhu menaikkan satu alisnya. “Gua sering datang ke sini dan lo masih nanya? Seorang Kakak emang nggak boleh nyamperin Adiknya?”
Kakak.
Dottore sekarang mengerti mengapa dua orang pria dihadapannya ini sangat mirip. Hanya berbeda dari warna rambut saja. Dottore yang merasa kepergiannya tertahan menengok ke arah Pantalone.
“Gua pergi dulu. Duluan, Zhu.”
Pantalone dan Baizhu memperhatikan Dottore yang berjalan keluar dari apartemennya. Bersamaan dengan Baizhu yang masuk ke dalam unit apartemen adiknya dan menutup pintunya kembali.
“Lo kenal Dottore?” tanya Pantalone seraya berjalan ke arah dapur untuk mengecek lemari pendinginnya.
“Pernah ketemu beberapa kali di rumah sakit,” jawab Baizhu seraya mengikuti Pantalone untuk mengambil air, “ada hubungan apa lo sama Dottore? Gimana bisa kenal?” tanya Baizhu penasaran.
“Pasien dan Dokter,” jawab Pantalone seraya menuang susu ke dalam gelasnya.
Baizhu menaikkan satu alisnya. Dia memperhatikan keadaan adiknya sekarang. Lebih tepatnya dia tidak sengaja melihat tubuh Pantalone yang terlihat banyak jejak kemerahan dan bekas gigitan. Baizhu sadar, mereka lebih dari sebatas pasien dan Dokter.
“Nah. Your relationship is more than that,” ucap Baizhu tiba-tiba, “lo main sama Alpha? Yang benar aja, Lone.”
“Lo tau Dottore itu Alpha?” tanya Pantalone sedikit salah fokus dengan ucapan Baizhu.
“Tau,” jawab Baizhu seraya berjalan ke arah sofa dan menyalakan televisi, “gua sebagai Dokter cuma mau ngasih tau, Alpha sama Alpha itu tidak ditakdirkan untuk bersama. Mereka ditakdirkan sebagai sosok pemimpin. Kalau dua Alpha tetap memaksa untuk bersama, salah satunya pasti akan terpengaruh dengan kehadiran Alpha lain.”
“Maksud lo?” tanya Pantalone seraya menyandarkan tubuhnya pada counter di dapurnya.
“Maksudnya bisa aja salah satu dari kalian akan bermutasi,” jawab Baizhu, “sebenarnya kasus Alpha bermutasi belum ada. Kebanyakan Beta yang jadi Omega. Cuma gua mau ngasih tau lo aja biar lo lebih hati-hati.”
Perkataan Baizhu pagi itu sukses membuat Pantalone berpikir.
“Dottore sialan.”
Pantalone keluar dari dalam mobilnya sesampainya dia di rumah sakit dengan tujuan menghampiri Dottore. Sudah dua minggu Alpha itu tidak bisa dihubungi dengan alasan biasanya, yaitu sibuk. Jelas membuat Pantalone merasa jengkel.
Tapi untuk apa dia marah? Keduanya tidak ada hubungan romantis.
“Apa Dokter Dottore ada? Apa dia sedang menangani pasien?” tanya Pantalone setelah kakinya berhenti melangkah pada meja resepsionis.
“Di ruangannya, Tuan. Dokter Dottore sedang tidak ada pasien. Apa Tuan sudah membuat janji?”
Pantalone hanya mengucapkan terima kasih sebelum pergi menuju ruangan Dottore yang sudah diketahui sebelumnya. Karena sebelumnya Pantalone mengetahui bahwa Dottore tidak menangani pasien, dengan lancangnya pria itu membuka pintu ruangan Dottore yang tidak terkunci tanpa mengetuk terlebih dahulu. Tapi betapa terkejutnya dia saat mencium aroma feromon yang memenuhi ruangan itu dan maniknya melihat seorang wanita yang setengah telanjang duduk di atas pangkuan Dottore.
Pantalone yang menyaksikan itu menaikkan kedua alisnya dan menutup hidungnya dengan sapu tangannya.
“Woah. Did I interrupt you guys?”
Kedua orang itu menengokkan kepalanya ketika menyadari kehadiran orang lain. Sang wanita terlihat terkejut dan turun dari pangkuan Dottore sebelum memungut pakaiannya. Wanita itu memakainya dengan terburu-buru lalu keluar dari ruangan Dottore dengan cepat. Kini pandangan Pantalone kembali tertuju pada Dottore yang masih menyandarkan tubuhnya pada kursinya. Kemeja Alpha itu tidak terkancing dan resleting celananya sudah turun.
“Lo kalau mau main setidaknya kunci pintu ruangan lo,” ucap Pantalone seraya duduk di kursi yang ada di sana.
Dottore diam. Dia memijat pelipisnya karena kepalanya terasa pusing.
“Itu bukan kemauan gua,” balas Dottore dengan kedua matanya yang terpejam.
“Lo dipaksa?”
Kedua kelopak mata itu terbuka memperlihatkan iris crimson pria itu yang terlihat sayu. “Wanita tadi itu perawat di sini dan awalnya Beta. Tapi karena terlalu sering main dengan Alpha dan akhirnya terpengaruh, dia bermutasi jadi Omega. Wanita tadi ngaku tertarik sama gua sejak lama dan karena dia tahu dia mutasi jadi Omega, dia sengaja ngasih gua minuman yang ada obat perangsang.”
“Wow.” Pantalone terlihat terkejut dan mengangguk-anggukan kepalanya. “Gua mau nanya sesuatu. Baizhu juga pernah bilang kalau Alpha bisa bermutasi. Apa benar?”
“Bisa aja. Cuma belum ada kasusnya. Kebanyakan Beta yang bermutasi jadi Omega.” Dottore yang terlihat mulai terpengaruh dengan aphrodisiac itu melirik ke arah Pantalone. “Lo bisa pergi sekarang?”
“Nggak. Gua mau di sini.”
“Lo mau ngeliatin gua masturbasi?”
Kedua mata Pantalone melebar ketika dengan santainya Dottore mengeluarkan kemaluannya yang terlihat tegak dan besar. Pemandangan itu membuat Pantalone bersiul.
“I think it’s an honor to see you jerking off in front of me,” jawab Pantalone dengan tertawa.
“Crazy.”
Pantalone masih duduk manis di posisinya saat Dottore tanpa malu-malu mulai menggerakkan tangannya pada kemaluannya yang berdiri tegak. Pengaruh dari aphrodisiac.
“Nghh…”
Erangan pelan itu terdengar saat Dottore mulai merasakan kenikmatan dari gesekan itu. Apalagi dia merasakan sepasang mata yang memperhatikannya tanpa henti membuat tubuhnya terasa panas. Padahal yang Pantalone lakukan hanya duduk dan memperhatikannya.
Pantalone tersenyum ketika melihat sang Dokter merasa asik dengan dirinya sendiri. Dengan cepat pria dengan kacamata itu bangkit dari duduknya dan berjalan mendekat ke arah Dottore yang masih sibuk memainkan kemaluannya. Dottore yang menyadari kehadiran sosok lain di dekatnya membuka kedua kelopak matanya dan melihat Pantalone sudah berdiri di depannya.
“Hey. Want to make a bet?” tanya Pantalone setengah berbisik.
“Ahh… What?”
“Mau taruhan siapa yang lebih dulu bermutasi jadi Omega?”
Perkataan Pantalone sukses membuat gerakan tangan Dottore terhenti. Sang Dokter menaikkan pandangannya dan melihat Pantalone sudah menyeringai padanya.
“Maksud lo a- Hey! Quit the ass you asshole.”
Dottore menyentak tangan Pantalone yang tiba-tiba menarik celananya hingga lepas dan menyentuh cincin analnya. Pantalone tersenyum. Dia memajukan wajahnya hingga ujung hidung mereka bersentuhan.
“Lo mau taruhan dengan gua? Apa lo takut mutasi jadi Omega dan lo kehilangan title Alpha yang lo banggakan itu?”
“Hah.” Dottore tertawa, “gua tanya balik ke lo. Apa lo mau mutasi jadi sosok yang lo benci? Siap jadi Omega yang mau aja ngejual tubuhnya buat Alpha di luaran sana, Lone?”
Pantalone langsung terdiam. Dia menatap Dottore yang tersenyum meledek padanya. Pantalone tiba-tiba merasa emosinya memuncak kala mendengar pertanyaan Dottore yang terdengar meremehkannya. Sosok Alpha bersurai legam itu mencengkram pipi Dottore dan menarik wajahnya agar semakin dekat.
“Kita lihat siapa yang akan kalah,” bisik Pantalone dengan nada menantang.
“Jangan nangis kalau lo mutasi jadi Omega,” balas Dottore tidak mau kalah.
Tanpa menunggu lama, Pantalone mempersatukan bibir mereka. Suara cumbuan basah langsung terdengar memenuhi ruangan. Satu tangan Pantalone bergerak turun untuk menyentuh kemaluan Dottore yang tegak. Menaik turunkan tangannya untuk menggoda kemaluan itu dan memberikan kepuasan.
“Nghh…”
Hanya dengan permainan tangan itu cukup bisa membuat Dottore merasa nikmat berkat aphrodisiac yang sudah mengendalikan tubuhnya. Pantalone menggigit bibir Dottore sebelum melepasnya hingga untaian saliva terlihat. Membiarkan Alpha itu mendesah dan mengerang lebih leluasa. Pantalone melepas mantelnya. Melemparnya ke sembarang arah sebelum merendahkan tubuhnya hingga dia berlutut. Tangannya meraih dua kaki Dottore dan meletakkannya di sisi-sisi pegangan kursi hingga Alpha bersurai biru itu mengangkang. Dottore yang menyadari itu berusaha menutup lagi kedua kakinya karena merasa malu.
“Crazy bastard. What are you— Pantalone!”
Tubuh Dottore terlonjak kaget ketika Pantalone mendekatkan mulutnya pada lubang anal sang Dokter. Menjulurkan lidahnya dan menjilat lubang itu dengan maksud membasahinya. Dottore yang tidak pernah mendapatkan servis seperti itu jelas memberontak.
“You son of a bitch. Don’t lick the- Aghh!”
Dottore meremas rambut legam Pantalone ketika pria itu memperdalam jilatannya di lubangnya. Tangannya juga tidak berhenti memainkan kemaluan Dottore membuat sang empunya merasa pusing. Tangan Pantalone yang lain juga menahan paha dalam Dottore agar tidak tertutup dan terus mengangkang. Dirinya tidak pernah merasakan ini. Dirinya tidak pernah membayangkan akan diberikan servis seperti ini.
“Pantalone. S-stop ahnn… Lone.”
Pantalone menggeleng. Dia mempercepat kegiatan tangannya pada kemaluan Dottore dan memasukkan lidahnya lebih dalam pada lubang Dottore. Tubuh Dottore sesekali terlonjak karena merasakan geli di bagian lubangnya. Erangan juga tidak henti keluar ketika Pantalone mempercepat gerakan tangannya sehingga kemaluannya mulai berkedut karena hampir keluar.
“Shit. I’m c-close. Hghnn… C-coming.”
Setelah mendengar itu, Pantalone menggoda kepala kemaluan Dottore membuat erangan itu semakin keras. Tidak lama setelah itu Dottore mencapai pelepasannya yang mengotori tubuhnya sendiri. Pantalone yang menyadari Dottore sudah keluar menjauhkan wajahnya. Menemukan wajah sang Dokter yang semakin memerah dan ekspresinya yang terlihat berantakan.
“So? Is it good?” tanya Pantalone sedikit menyombongkan diri karena bisa membuat Dottore keluar dengan sentuhan di lubangnya.
Dottore tidak menjawab. Pria itu terlihat terengah. Dia menutup sebagian wajahnya dengan tangannya karena merasa malu dengan dirinya sendiri. Dia seorang Alpha. Tapi membiarkan Alpha lain menyentuh lubangnya? Sangat memalukan.
“Hey, Doc. I’m not done yet.”
Dottore belum sempat membalas ketika Pantalone menarik tangannya dan membawanya ke meja miliknya. Pantalone menuntun Dottore agar menumpu tangannya pada meja hingga menjadi posisi menungging. Mempertontonkan bagian belakangnya pada Pantalone.
“This pose is embarrassing.”
Dottore baru saja akan menegakkan kembali tubuhnya tapi Pantalone dengan sigap menahan punggung pria itu agar tetap pada posisinya.
“Stay still,” titah Pantalone, “do you have any lube?” tanya Pantalone seraya membuka laci meja kerja Dottore dan menemukan satu botol lotion.
Dottore mencengkram pinggiran meja ketika dirinya merasakan dingin di bagian lubangnya saat Pantalone menuang lotion itu. Dia menggertakan giginya ketika menyadari bahwa Pantalone akan benar-benar menyetubuhinya.
“You better don’t make it hurt.”
Pantalone tertawa. Dia menurunkan resleting celananya dan mengeluarkan kemaluannya yang sudah tegak sejak tadi. Melumuri kemaluannya dengan lotion itu agar mempermudah masuk ke dalam lubang Dottore yang belum pernah dijamah.
“I promise you I will make you feel good and beg for more, Doc.”
Pantalone menepuk-nepukan kemaluannya pada lubang Dottore. Iris violetnya melihat bahwa tubuh Dottore menegang saat dirinya menempelkan kepala kemaluannya pada lubang pria itu. Pantalone menyeringai. Dia menggerakkan tangannya dari bagian tengkuk leher Dottore lalu membuat gerakan turun dengan ujung jarinya.
“Relax, Doc. I’ll put it in.”
Pantalone menarik bongkahan itu berlawanan arah dengan tujuan memperlebar lubang ketat Dottore seraya mendorong kemaluannya masuk secara perlahan. Dottore yang baru pertama kali merasakan benda asing mencoba masuk ke dalam lubangnya mencengkram pinggiran meja dengan erat dan menggigit bibirnya. Tetapi Pantalone kembali menarik keluar kemaluannya karena merasa sulit untuk masuk lebih dalam.
“You’re so tense,” keluhnya seraya mengambil botol lotion dan menuangnya lagi pada lubang Dottore, “I’ll shove it at once. If it hurts, bite my hand.”
Pantalone membawa tangannya ke depan mulut Dottore untuk mempersilahkan tangannya digigit oleh pria itu. Pantalone kembali menepuk kemaluannya pada lubang Dottore sebelum memasukkan ujungnya. Dia menarik nafasnya sebelum mendorong kemaluannya masuk sepenuhnya.
“Aghh!”
Dottore menggigit tangan Pantalone ketika merasakan benda asing berukuran besar memaksa lubangnya untuk melebar. Pantalone sendiri tidak mempedulikan rasa sakit di tangannya. Kepalanya menengadah dan kedua matanya terpejam ketika merasakan lubang sempit Dottore menjepit kemaluannya dengan erat.
“Hahh… It’s been so long having my dick inside a hole again.”
Dottore rasanya ingin memaki Alpha di belakangnya itu. Bisa-bisanya dia merasakan nikmat ketika dirinya merasakan sakit yang teramat? Apakah seperti ini rasanya saat Pantalone dimasuki olehnya ketika pertama kali?
“I’ll move now.”
Pantalone mulai menggerakkan pinggulnya secara perlahan. Mengeluar masukkan kemaluannya dengan gerakan pelan agar lubang itu terbiasa dan melebar sesuai ukurannya. Dottore masih merasakan perih di lubangnya. Tapi dia sudah melepas gigitan di tangan Pantalone.
“Nghh…”
Pantalone dapat merasakan tubuh Dottore semakin rileks. Suara erangan juga tak sungkan mulai keluar dari mulutnya. Pantalone menjilat bibirnya dan mempercepat gerakan mengeluar masukkan kemaluannya pada lubang Dottore yang licin karena lotion.
“Ahh, nghh… Is w-weird.”
Pantalone tertawa. “You feel good right? Want me to go faster and harder?” tanya Pantalone seraya merendahkan tubuhnya hingga tubuh bagian depannya menempel pada punggung Dottore.
“Mhnn…”
“Just say it, Re. I know you like having a dick inside your hole.”
Dottore yang terpengaruh aphrodisiac tentu membutuhkan pelepasan untuk menetralkan tubuhnya kembali. Alpha itu memejamkan kedua matanya sebentar untuk menyingkirkan rasa malunya. Membasahi bibirnya yang terasa kering sebelum membuka mulutnya.
“Faster, Lone.”
“As you wish, My Dear.”
Setelah mengatakan itu Pantalone menarik rambut Dottore hingga tubuh itu sedikit tegak. Pantalone mempercepat gerakan pinggulnya hingga suara penyatuan tubuh mereka dan tabrakan kulit terdengar di ruangan itu. Tidak lupa pula suara erangan dan desahan erotis keluar dari mulut Dottore ketika kemaluan Pantalone menghujam lubangnya.
“Ahnn, ahh. It feels weird but- uhh… it’s good tho.”
“Ahh. So this is how an Alpha’s hole tastes. It clenches my dick so well, almost snapping off my dick.”
Dottore mulai merasakan nikmat yang menyelimuti tubuhnya ketika Pantalone terus mengarahkan kemaluannya pada titik yang membuatnya nikmat. Gerakan pinggul Pantalone membuat tubuhnya sedikit terdorong ke depan dan kemaluannya bergesekkan dengan meja miliknya. Membuat kepalanya semakin pusing karena stimulasi yang diberikan.
“Mhnn… H-harder. There- nghh… Right there, Lone.”
“You're really feeling it right now.” Pantalone menyeringai. “Ah, hghn… Your hole is too good. Better than any Omega out there. Mhn…”
Dottore tidak menduga bahwa Pantalone tidak malu mengekspresikan diri. Desahannya bersahutan dengan erangan dari Alpha yang menyetubuhinya. Membuat Dottore dengan sengaja mengeluarkan feromonnya agar pria itu diam karena entah mengapa erangan Pantalone membuat dirinya semakin terangsang.
“Oh, Dottore.”
Pantalone terkekeh pelan ketika menyadari bahwa Alpha dibawahnya mengeluarkan feromonnya. Membuat perasaan tercekik mulai terasa di lehernya. Tapi Dottore tidak tahu kalau Pantalone menyukai perasaan itu sampai dia menyadari Pantalone semakin mempercepat dan memperdalam gerakannya.
“Fuck. Nghh, ahhh… S-stop. Why are you- uhnn… going deeper? You get aroused when you smell my pheromones? You’re so pervert. Ahnn…”
“Hahh… Now you know it. More. Ahnn… Give me your pheromones.”
Pantalone mengeraskan rahangnya ketika feromon Dokter itu memenuhi ruangan. Tubuh Dottore sendiri meremang ketika mendengar geraman rendah dari Alpha di belakangnya. Pantalone juga mengendus tengkuk leher Dottore seakan ingin menghirup feromon Alpha itu lebih dalam lagi.
Sialan. Sepertinya Dottore salah.
Pantalone meremas rambut Dottore dengan kuat seraya terus menghentak pinggulnya. Suara erangan dan desahan nikmat tidak hentinya terdengar di ruangan itu. Dottore menahan tubuhnya dengan menumpu tangannya pada meja karena kedua kakinya terasa lemas.
“Uhh- nn. Too d-deep. Hahh… Slow down. Nghh, ahh…”
“Dottore. Dottore. Ahnn… Dottore.”
Pantalone terus mendesahkan nama Dottore di tiap hentakannya tepat di telinga Dokter itu. Tangan Pantalone yang ada di rambut Dottore lepas dan mengarah ke arah bagian depan tubuh Alpha itu. Kini dua tangannya sudah menyentuh puting Dottore. Memilinnya, mencubitnya, dan menariknya membuat Dottore membusungkan dadanya karena merasa geli juga nikmat. Pria itu tidak menyangka bahwa dia akan merasa nikmat dari kedua putingnya.
“Coming, Lone. Want to— hghn cum.”
“Cum for me, Dear.”
“Ahnn!”
Setelah diizinkan, keduanya berteriak puas ketika mencapai pelepasan. Sperma Dottore muncrat mengenai mejanya dan sedikit berkas di atasnya. Kakinya bergetar dan sedikit menjinjit ketika pertama kalinya dia mendapatkan pelepasan melalui lubangnya.
Dan yang paling membuat Dottore mengerang keras adalah Pantalone yang menggigit tengkuk lehernya seperti ingin menandai pria itu.
Dottore terengah. Dia menjatuhkan tubuhnya pada meja karena kakinya terasa lemas dan tidak ada tenaga untuk menahan tubuhnya. Sang Dokter kembali menahan feromonnya yang ternyata sangat bahaya dikeluarkan. Pantalone menarik keluar kemaluannya. Tapi gerakannya langsung terhenti ketika tangan Dottore terulur ke belakang dan menahan pinggulnya.
“Hey. Didn’t you say you will make me beg for more?”
Pantalone terpaku. Dia menatap wajah Dottore yang terlihat memerah. Kedua matanya sayu dan iris crimsonnya berkabut akan gairah. Pantalone terdiam beberapa saat. Mencoba mencerna perkataan Dottore. Setelah mengerti, tawa pria itu pecah.
“Oh, Dear. I told ya. Getting fucked by an Alpha is not that bad.”
Dottore berdecih. Dia menarik kerah kemeja hitam yang dikenakan oleh Pantalone hingga wajah mereka berdekatan.
“Shut your mouth and fuck me again.”
Pantalone tersenyum. “As you wish.”
“Ahh, ahh, nghh… S-stop. I’m tired. Hghh.”
Suara penyatuan tubuh masih terus menggema di ruangan ini semenjak tiga jam yang lalu. Sang Alpha dengan surai legam itu tidak hentinya menghentak kemaluannya di lubang Alpha lainnya yang sudah penuh akan cairannya. Seakan tidak ada niatan untuk berhenti.
“Liar. Your dick is still hard. You want more, right?”
“Nghh… Pantalone. Hahh, e-enough.”
Satu tangan Dottore meremas bantal di bawahnya. Tangannya yang lain mencoba mendorong tubuh Pantalone tapi malah dicengkram oleh pria itu. Kedua kakinya diletakkan pada masing-masing bahu Pantalone sehingga tubuh mereka semakin erat menempel. Ranjang yang dipakai berderit karena kuatnya kegiatan mereka. Kepala Dottore bergerak ke kanan dan ke kiri. Dirinya merasa pusing karena terus merasakan nikmat yang belum pernah dia rasakan sebelumnya. Kemaluan Pantalone yang terus bergerak hingga mentok membuat tubuhnya kelojotan. Mulutnya terus terbuka mengeluarkan desahan erotis yang menyebabkan air liurnya merembes keluar.
“Damn it. Your face is so lewd, Re. You really like having your holes stuffed with Alpha's dick, hm? You're like Omega out there.”
Dottore menggeleng-gelengkan kepalanya. “C-coming. Hghn, uhh— Want to come, Lone.”
“No? But your body says otherwise. Be honest with me, Doc. Say that you like my dick.”
Kedua mata Dottore yang berair melebar saat merasakan kemaluannya dicengkram dan lubangnya ditahan agar cairannya tidak bisa keluar. Dottore melirik ke arah Pantalone yang menyeringai padanya seraya terus menggerakkan kemaluannya di lubang analnya. Dottore memejamkan kedua matanya. Sial. Dia sudah tidak tahan lagi.
“Uhn- nn… Y-yes, I like your- ahnn… dick inside my hole. Hahh… P-please. Want to cum. Ah, ahh…”
Pantalone tersenyum senang. “Good boy. Cum for me.”
“Ahh!”
Erangan nyaring itu menandakan bahwa Dottore berhasil mencapai pelepasannya untuk kesekian kali hingga spermanya terlihat semakin cair. Punggung Dottore melengkung mempertontonkan dua putingnya yang memerah. Sang Dokter sempat hanya melihat putih ketika tubuhnya bergetar hebat hingga jari-jari kakinya menekuk. Nafasnya memburu. Mulutnya terbuka mencoba mengais oksigen. Pantalone yang menyaksikan itu menggigit bibirnya dan menarik keluar kemaluannya sebelum membawanya ke arah wajah pria itu.
“Eyes on me, Re.”
Kedua mata Dottore yang sayu mencoba terbuka dan melihat kemaluan Pantalone sudah ada di depan wajahnya. Alpha itu mengerang pelan saat mengocok kemaluannya sendiri seraya menatap ke arah wajah erotis Dottore. Mencari pelepasannya sendiri.
“Hahh… F-fuck. I’m close. Keep your eyes on me. Ahh.”
Pantalone terlihat menikmati permainannya sendiri dilihat dari kepala pria itu yang menengadah hingga jakunnya yang terlihat. Dottore yang setengah sadar memperhatikan bagaimana kedua mata Pantalone bergerak menutup dan terbuka. Menyadari bahwa Pantalone seseksi itu apalagi ditambah surai legamnya yang setengah basah dan berantakan.
“Ahnn… Dottore.”
Setelah itu sperma Pantalone muncrat mengotori wajah Dottore dan sebagian rambut pria itu. Pantalone terengah. Dia masih memijat pelan kemaluannya guna memompa spermanya agar keluar sepenuhnya. Kelopak matanya terbuka dan menyaksikan betapa kotornya wajah Dottore sekarang. Pantalone menggigit bibirnya karena kembali terangsang tapi harus ditahan. Pantalone membawa maju kemaluannya untuk menggesek lipatan bibir Dottore menggunakan kepala kemaluannya.
Tanpa Pantalone duga, Dottore sedikit membuka mulutnya dan menghisap pelan kepala kemaluannya yang masih tersisa spermanya.
“Hah. What a naughty Alpha.”
Iris violet itu memperhatikan sosok yang terbaring di ranjang dengan selimut yang menutupi tubuhnya. Dadanya naik turun dengan teratur membuat Pantalone tersenyum. Dia melirik jam di dinding yang menunjukkan pukul tiga pagi. Pantalone melipat kedua tangannya di depan dadanya seraya memutar kepalanya untuk melihat poster yang ada di sebelah meja kerja Dottore. Melihat poster mengenai Omega di sana. Pantalone termenung.
“Apa lo mau mutasi jadi sosok yang lo benci? Siap jadi Omega yang mau aja ngejual tubuhnya buat Alpha di luaran sana, Lone?”
Pantalone mendesah pelan. Dia melirik ke arah sosok yang tertidur. Sosok yang sudah menarik perhatiannya hingga Pantalone menyadari bahwa dia tidak bisa hidup tanpa sosok Dokter itu. Tapi dia harus menghadapi kenyataan bahwa dia adalah seorang Alpha dan Dottore juga seorang Alpha.
Pantalone menutup wajahnya dengan kedua tangannya. “Is complicated, Re.”

HellobootifulpeepsVwV Wed 11 Jan 2023 08:20PM UTC
Comment Actions
lyridsca Fri 13 Jan 2023 05:16PM UTC
Comment Actions